Tugas : Kelompok (Sistem
Persepsi Sensori)
Dosen : Sri Wahyuni, S.Kep.,
Ns., M.Kes
NEUROLOGIS PENGLIHATAN SENTRAL
SISTEM CAIRAN MATA/SISTEM
LAKRIMAL
PERAN SEL KERUCUT DAN SEL BATANG
DALAM ADAPTASI GELAP DAN TERANG
Oleh :
MUSTAMIN HIDAYATULLAH P201401195
ALFAN SYAHREZA P201401181
AGUSMAN P201401183
PROGRAM STUDI
ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN MANADALA WALUYA
(STIKES-MW)
KENDARI
2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Puji syukur kepada Tuhan yang Mah
Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Persepsi
Sensori.
Kami
ucapkan terima kasih kepada dosen Sri Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kes selaku dosen mata
kuliah Sistem Persepsi Sensori
yang telah memberikan tema yang kami dapatkan.
Kami
menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Allah SWT selalu meridhai segala usaha kita. Amin.
Wassalamu’alakum
Wr. Wb.
Kendari, 25 Februari 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
LEMBAR
JUDUL ……………………………………………………………………….
KATA
PENGANTAR …………………………………..............………………………
DAFTAR
ISI …………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
………………………………………………………..………................
B.
Rumusan Masalah
……………………………………………………............……….....
C.
Tujuan Penulisan ………………………………………………………............……..….
BAB II PEMBAHASAN
A. Neurologis
Penglihatan Sentral …………………………………………......……..
B.
Sistem Cairan
Mata/Sistem Lakrimalis ………………..……………...…......…….
C.
Peran Sel
Kerucut Dan Sel Batang Dalam Adaptasi Gelap Dan Terang …......…….
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
…………......……………………………………….............…….…
B. Saran
………………………..…………………………………...........…….…..
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anatomi
dan Fisiologi Sistem Persepsi Sensori
Indra mempunyai
sel-sel reseptor khusus untuk mengenali perubahan lingkungan. Indra yang kita
kenal ada lima, yaitu:
1.
Indra penglihat (mata)
2.
Indra pendengar
(telinga)
3.
Indra peraba
(kulit)
4.
Indra pengecap
(lidah)
5.
Indra pencium
(hidung).
Kelima
indra tersebut berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan luar, oleh
karenanya disebut eksoreseptor. Reseptor yang berfungsi untuk mengenali
lingkungan dalam, misalnya nyeri, kadar oksigen atau karbon dioksida, kadar
glukosa dan sebagainya, disebut interoreseptor.
Sel-sel
interoreseptor misalnya terdapat pada sel otot, tendon, ligamentum, sendi,
dinding saluran pencernaan, dinding pembuluh darah, dan lain sebagainya. Akan
tetapi, sesungguhnya interoreseptor terdapat di seluruh tubuh manusia.
Interoreseptor yang membantu koordinasi dalam sikap tubuh disebut kinestesis.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan Neurologis Penglihatan Sentral pada Sistem Persepsi Sensori?
2.
Apa yang
dimaksud dengan Sistem Cairam Mata/Sistem Lakrimal pada Sistem Persepsi Sensori?
3.
Bagaimana Peran
Sel Kerucut dan Sel Batang dalam Adaptasi Gelap dan Terang pada Sistem Persepsi
Sensori?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
Neurologis Penglihatan pada Sistem Persepsi Sensori
2. Untuk mengetahui
Sistem Cairan Mata/Sistem Lakrimal pada Sistem Persepsi Sensori
3. Untuk mengetahui
Peran Sel Kerucut dan Sel Batang dalam Adaptasi Gelap dan Terang pada Sistem Persepsi
Sensori
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Neurologis Penglihatan Sentral
Neurologis
penglihatan sentral adalah suatu komponen saraf yang berkaitan dengan alat
pengindraan yaitu Saraf Optikus (Nervus II), Saraf Okulomotor (Nervus III),
Saraf Troklearis (Nervus IV), Saraf Abdusen (Nervus VI).
1. Saraf
Optikus (Nervus Ii)
Saraf
Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut
saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung
dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum.
Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh
sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian
inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut
dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma,
sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang.
Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir
di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan
penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum
lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati
bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus
oksipital.
Dalam
perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas
melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada
kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri
berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
Saraf
ini berjenis Sensori
yang berfungsi Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak untuk
diproses sebagai persepsi visual.
2.
Saraf Okulomotorius
(Nervus Iii)
Nukleus
saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus
otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis,
superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra
superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat
sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot
siliaris.
3. Saraf
Troklearis (Nervus Iv)
Nukleus
saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan
satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf
troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah,
kedalam dan abduksi dalam derajat kecil..
4. Saraf
Abdusen (Nervus VI)
Nukleus
saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula
oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi
otot rektus lateralis.
Saraf
ini berjenis Motorik
yang berfungsi sebagai Abduksi mata.
B.
Sistem Cairan Mata/Sistem Lakrimal
Air mata
melewati empat proses yaitu produksi dari aparatus atau sistem sekretori
lakrimalis, distribusi oleh berkedip, evaporasi dari permukaan okular, dan
drainase melalui aparatus atau sistem ekskretori lakrimalis. Abnormalitas salah satu saja dari keempat proses ini dapat
menyebabkan mata kering (Kanski et al, 2011).
1. Aparatus
Lakrimalis
Aparatus
atau sistem lakrimalis terdiri dari aparatus sekretori dan aparatus ekskretori
(Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004; AAO, 2007), yaitu :
a) Aparatus
Sekretorius Lakrimalis.
Aparatus sekretorius lakrimalis terdiri dari
kelenjar lakrimal utama, kelenjar lakrimal assesoris (kelenjar Krausse dan
Wolfring), glandula sebasea palpebra (kelenjar Meibom), dan sel-sel goblet dari
konjungtiva (musin). Sistem sekresi terdiri dari sekresi basal dan refleks sekresi. Sekresi basal adalah sekresi
air mata tanpa ada stimulus dari luar sedangkan refleks sekresi terjadi hanya
bila ada rangsangan eksternal (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004; AAO,
2007).
b) Aparatus
Ekskretorius Lakrimalis.
Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan sesuai
dengan kecepatan penguapannya sehingga hanya sedikit yang sampai ke sistem
ekskresi (Sullivan, 2004). Dari punkta, ekskresi air mata akan masuk ke
kanalikulus kemudian bermuara di sakus lakrimalis melalui ampula.
Pada 90% orang, kanalikulus superior dan
inferior akan bergabung menjadi
kanalikulus komunis sebeum ditampung dalam sakus lakrimalis. Di kanalikulus,
terdapat katup Rosenmuller yang berfungsi untuk mencegah aliran balik air mata.
Setelah ditampung di sakus lakrimalis, air mata akan diekskresikan melalui
duktus nasolakrimalis sepanjang 12-18 mm ke bagian akhir di meatus inferior.
Disini juga terdapat katup Hasner untuk
mencegah aliran balik (Sullivan et al, 2004; AOA, 2007).
2. Dinamika
Sekresi Air Mata
Laju
pengeluaran air mata dengan fluorofotometri sekitar 3,4 µL/menit pada orang
normal dan 2,8 µL/menit pada penderita mata kering (Eter et al, 2002).
Sedangkan menurut Nichols (2004), laju pengeluaran air mata adalah 3,8 µL/menit
dengan interferometri. Antara dua interval berkedip, terjadi 1-2 % evaporasi,
menyebabkan penipisan 0,1 µm PTF dan 20% pertambahan osmolaritas (On et al,
2006).
Distribusi
volume air mata pada permukaan okular umumnya sekitar 6-7 µL yang terbagi
menjadi tiga bagian, yakni (Sullivan, 2002) :
a) Mengisi
sakus konjungtiva sebanyak 3-4 µL.
b) Melalui
proses berkedip sebanyak 1 µL akan membentuk TF dengan tebal 6-10 µm dan luas
260
mm².
c) Sisanya
sebanyak 2-3 µL akan membentuk tear meniscus seluas 29 mm² dengan jari-jari
0,24 mm
(Yokoi et al, 2004). Menurut Wang et al (2006), TF digabungkan dari tear
meniscus atas dan bawah
saat berkedip.
Ketebalan TF bersifat iregular pada
permukaan okular sehingga tidak ada ketebalan yang tepat untuk ukuran TF (Wang
et al, 2006).
Menurut Smith et al (2000) ketebalan
berkisar antara 7-10 µm sedangkan Pyrdal et al (1992) menyatakan TF seharusnya
memiliki ketebalan 35-40 µm dan mayoritas terdiri dari gel musin. Menurut
Palakuru et al (2007), TF berada dalam keadaan paling tebal saat segera setelah
mengedip dan berada dalam keadaan paling tipis saat kelopak mata terbuka. Dalam
penelitian mereka, angka perubahan ketebalan ini menunjukkan nilai yang sama
dengan kelompok yang disuruh melambatkan kedipan matanya. Mereka menyimpulkan
hal ini disebabkan oleh refleks berair yang segera.
3. Mekanisme
Distribusi Air Mata
Mengedip
berperan dalam produksi, distribusi dan drainase air mata (Palakuru et al,
2007). Berbagai macam teori mengenai mekanisme distribusi air mata (AAO, 2007).
Menurut teori Doane (1980), setiap berkedip, palpebra menutup mirip retsleting
dan menyebarkan air mata mulai dari lateral. Air mata yang berlebih memenuhi
sakus konjungtiva kemudian bergerak ke medial untuk memasuki sistem ekskresi
(Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004). Sewaktu kelopak mata mulai membuka, aparatus
ekskretori sudah terisi air mata dari kedipan
mata sebelumnya. Saat kelopak mata atas turun, punkta akan ikut menyempit dan
oklusi punkta akan terjadi setelah kelopak mata atas telah turun setengah
bagian . Kontraksi otot orbikularis okuli untuk menutup sempurna kelopak mata
akan menimbulkan tekanan menekan dan mendorong seluruh air mata melewati
kanalikuli, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis dan meatus inferior.
Kanalikuli akan memendek dan menyempit serta sakus lakrimalis dan duktus
nasolakrimalis akan tampak seperti memeras. Kemudian setelah dua per tiga
bagian kelopak mata akan berangsur-angsur terbuka, punkta yang teroklusi akan
melebar. Fase pengisian akan berlangsung sampai kelopak mata terbuka seluruhnya
dan siklus terulang kembali (Doane, 1980). TF dibentuk kembali dari kedipan
mata setiap 3-6 detik. Saat kelopak mata terbuka, lapisan lemak ikut terangkat.
4. Mekanisme
Ekskresi Air Mata
Ada
tiga mekanisme yang dapat menyebabkan penipisan PTF yaitu absorbsi ke kornea
(inward flow), pergerakan paralel air mata sepanjang permukaan kornea
(tangential flow) dan evaporasi (Nichols et al, 2005). Lain halnya dengan
Tsubota et al (1992), Mathers et al (1996), dan Goto et al (2003). Mereka
berpendapat bahwa evaporasi hanya berperan minimal menyebabkan penipisan
penipisan TF. Akan tetapi, Rolando et al (1983) menunjukkan bahwa evaporasi
berperan penting menyebabkan penipisan TF. Smith et al (2008) menyebutkan bahwa
hal ini bervariasi sesuai keadaan dan melibatkan kombinasi berbagai mekanisme.
Laju
evaporasi pada orang normal adalah 0,004 (Craig, 2000), 0,25 (Goto et al,
2003), 0,89 (Mathers, 1996), 0,94 (Shimazaki, 1995), 1,2 (Tomlinson, 1991),
1,61 (Hamano, 1980), 1,94 (Yamada, 1990). Perlu waktu 3-5 menit untuk ruptur
PTF (Kimball, 2009).
5. Kedipan
Mata
Delapan
puluh persen dari mata berkedip secara sempurna, delapan belas persen berkedip
secara inkomplit dan dua persen twitch. Bila ditinjau berdasarkan rangsang
berkedip, berkedip terdiri dari tiga kategori, yaitu (Acosta et al, 1999;
Pepose et al, 1992; Delgado et al, 2003) :
a) Berkedip
involunter yaitu berkedip secara spontan, tanpa stimulus dengan generator
kedipan di otak
yang belum diketahui secara jelas.
b) Berkedip
volunter yaitu secara sadar membuka dan menutup kelopak mata.
c) Refleks
berkedip adalah berkedip yang dirangang bila ada stimulus eksternal melalui
nervus trigeminus
dan nervus fasialis.
Berkedip melibatkan dua otot yaitu
muskulus levator palpebra superior dan muskulus orbikularis okuli (AAO, 2007).
Aktivitas berkedip melibatkan nukleus kaudatus (Mazzone et al, 2010) dan girus
presentralis media (Kato et al, 2003), dan inhibisi berkedip melibatkan korteks
frontal (Stuss et al, 1999; Mazzone et al, 2010).
C.
Peran Sel Kerucut dan Sel Batang dalam adapatasi
gelap dan terang
Retina
adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk dapat melihat, mata harus
berfungsi sebagai alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai
suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya
ke korteks penglihatan. Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan
terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya
reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan.
Retina
adalah Bagian mata yang merupakan dinding paling dalam dari bola mata. Retina
berfungsi untuk menerima cahaya (menangkap bayangan benda) karena memiliki sel
yang peka terhadap cahaya, kemudian cahaya tersebut akan diteruskan sampai ke
saraf mata. Retina memiliki 2 sel yang berperan sebagai reseptor cahaya, yaitu
:
1.
Sel Batang
(Basilus), yaitu sel yang peka terhadap cahaya lemah, berperan pada malam hari
atau dalam keadaan gelap (keadaan sedikit cahaya).
2.
Sel Kerucut (Konus),
yaitu sel yang peka terhadap cahaya kuat, berperan pada malam hari atau dalam
keadaan terang.
Karena adanya dua sel ini, apabila terjadi perubahan
intensitas cahaya secara mendadak, maka mata kita membutuhkan waktu sejenak
untuk melakukan pergantian fungsi dari sel. Contohnya pada keadaan gelap
gulita, mata disorot dengan cahaya senter. Namun bagian belakang Retina
merupakan bagian yang tidak mempunyai sel Batang maupun kerucut, disebut Titik
Buta, apabila bayangan benda jatuh pada bagian ini. Maka Kita tidak dapat
melihat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Neurologis
penglihatan sentral adalah suatu komponen saraf yang berkaitan dengan alat
pengindraan yaitu Saraf Optikus (Nervus II), Saraf Okulomotor (Nervus III),
Saraf Troklearis (Nervus IV), Saraf Abdusen (Nervus VI).
Air mata
melewati empat proses yaitu produksi dari aparatus atau sistem sekretori
lakrimalis, distribusi oleh berkedip, evaporasi dari permukaan okular, dan
drainase melalui aparatus atau sistem ekskretori lakrimalis. Abnormalitas salah satu saja dari keempat proses ini dapat
menyebabkan mata kering (Kanski et al, 2011).
Retina
adalah Bagian mata yang merupakan dinding paling dalam dari bola mata. Retina
berfungsi untuk menerima cahaya (menangkap bayangan benda) karena memiliki sel
yang peka terhadap cahaya, kemudian cahaya tersebut akan diteruskan sampai ke
saraf mata. Retina memiliki 2 sel yang berperan sebagai reseptor cahaya, yaitu
:
3.
Sel Batang
(Basilus), yaitu sel yang peka terhadap cahaya lemah, berperan pada malam hari
atau dalam keadaan gelap (keadaan sedikit cahaya).
4.
Sel Kerucut
(Konus), yaitu sel yang peka terhadap cahaya kuat, berperan pada malam hari
atau dalam keadaan terang.
Karena adanya dua sel ini, apabila terjadi perubahan
intensitas cahaya secara mendadak, maka mata kita membutuhkan waktu sejenak
untuk melakukan pergantian fungsi dari sel. Contohnya pada keadaan gelap
gulita, mata disorot dengan cahaya senter. Namun bagian belakang Retina
merupakan bagian yang tidak mempunyai sel Batang maupun kerucut, disebut Titik
Buta, apabila bayangan benda jatuh pada bagian ini. Maka Kita tidak dapat
melihat.
B.
Saran
Dari
ketiga topik yang telah dibahas, kiranya penyusun sangat mengharapkan agar kita
sebagai mahasiswa dapat memahami lebih jauh lagi tentang system persepsi
sensori.
DAFTAR PUSTAKA
Curcio,
C. A., K. R. Sloan, et al. (1990). "Human photoreceptor topography."
The Journal of Comparative Neurology 292(4): 497-523.
Okawa, Haruhisa; Alapakkam P. Sampath.
"Optimization of Single-Photon Response Transmission at the Rod-to-Rod
Bipolar Synapse". Physiology (Int. Union Physiol. Sci./Am. Physiol. Soc.)
22 (4): 279–286. doi:10.1152/physiol.00007.2007.
Bowmaker J.K. and Dartnall H.J.A. (1980).
"Visual pigments of rods and cones in a human retina". J. Physiol.
298: 501–511. PMC 1279132. PMID 7359434.
Satyanegara M.D. Ilmu Bedah Saraf, Ed. 3, PT.
GramediaPustaka Utama, Jakarta, 2000.
Mahar Marjono, Neurologi Klinis Dasar, Penerbit Dian
Rakyat, Jakarta, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar