Minggu, 26 Februari 2017

NEUROLOGIS PENGLIHATAN SENTRAL, SISTEM CAIRAN MATA/SISTEM LAKRIMAL, PERAN SEL KERUCUT DAN SEL BATANG DALAM ADAPTASI GELAP DAN TERANG

Tugas      :  Kelompok (Sistem Persepsi Sensori)
Dosen     :  Sri Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kes


NEUROLOGIS PENGLIHATAN SENTRAL
SISTEM CAIRAN MATA/SISTEM LAKRIMAL
PERAN SEL KERUCUT DAN SEL BATANG DALAM ADAPTASI GELAP DAN TERANG






Oleh :
MUSTAMIN HIDAYATULLAH           P201401195
ALFAN SYAHREZA                             P201401181
AGUSMAN                                            P201401183





PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANADALA WALUYA
(STIKES-MW) KENDARI
2017



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Tuhan yang Mah Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Persepsi Sensori.
Kami ucapkan terima kasih kepada dosen Sri Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kes selaku dosen mata kuliah Sistem Persepsi Sensori yang telah memberikan tema yang kami dapatkan.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT selalu meridhai segala usaha kita. Amin.
Wassalamu’alakum Wr. Wb.
                  Kendari,   25 Februari 2017



                Penyusun 



 DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ……………………………………………………………………….  
KATA PENGANTAR …………………………………..............………………………
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….
BAB   I   PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang ………………………………………………………..………................    
B.        Rumusan Masalah ……………………………………………………............……….....    
C.        Tujuan Penulisan ………………………………………………………............……..….    

BAB   II   PEMBAHASAN
A.    Neurologis Penglihatan Sentral …………………………………………......……..
B.     Sistem Cairan Mata/Sistem Lakrimalis ………………..……………...…......…….       
C.     Peran Sel Kerucut Dan Sel Batang Dalam Adaptasi Gelap Dan Terang …......…….      

BAB   III   PENUTUP
          A.    Kesimpulan …………......……………………………………….............…….…      
          B.     Saran ………………………..…………………………………...........…….…..      

DAFTAR PUSTAKA
  


BAB I
PENDAHULUAN
   
   A.    Latar Belakang
Anatomi dan Fisiologi Sistem Persepsi Sensori
Indra mempunyai sel-sel reseptor khusus untuk mengenali perubahan lingkungan. Indra yang kita kenal ada lima, yaitu:
1.      Indra penglihat (mata)
2.      Indra pendengar (telinga)
3.      Indra peraba (kulit)
4.      Indra pengecap (lidah)
5.      Indra pencium (hidung).

Kelima indra tersebut berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan luar, oleh karenanya disebut eksoreseptor. Reseptor yang berfungsi untuk mengenali lingkungan dalam, misalnya nyeri, kadar oksigen atau karbon dioksida, kadar glukosa dan sebagainya, disebut interoreseptor.

Sel-sel interoreseptor misalnya terdapat pada sel otot, tendon, ligamentum, sendi, dinding saluran pencernaan, dinding pembuluh darah, dan lain sebagainya. Akan tetapi, sesungguhnya interoreseptor terdapat di seluruh tubuh manusia. Interoreseptor yang membantu koordinasi dalam sikap tubuh disebut kinestesis.

   B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Neurologis Penglihatan Sentral pada Sistem Persepsi Sensori?
2.      Apa yang dimaksud dengan Sistem Cairam Mata/Sistem Lakrimal pada Sistem Persepsi Sensori?
3.      Bagaimana Peran Sel Kerucut dan Sel Batang dalam Adaptasi Gelap dan Terang pada Sistem Persepsi Sensori?

   C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Neurologis Penglihatan pada Sistem Persepsi Sensori
2.     Untuk mengetahui Sistem Cairan Mata/Sistem Lakrimal pada Sistem Persepsi Sensori
3.   Untuk mengetahui Peran Sel Kerucut dan Sel Batang dalam Adaptasi Gelap dan Terang pada Sistem Persepsi Sensori




BAB II
PEMBAHASAN


   A.    Neurologis Penglihatan Sentral
Neurologis penglihatan sentral adalah suatu komponen saraf yang berkaitan dengan alat pengindraan yaitu Saraf Optikus (Nervus II), Saraf Okulomotor (Nervus III), Saraf Troklearis (Nervus IV), Saraf Abdusen (Nervus VI).

1.      Saraf Optikus (Nervus Ii)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
Saraf ini berjenis Sensori yang berfungsi Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual.

2.      Saraf Okulomotorius (Nervus Iii)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.
Saraf ini berjenis Motorik yang berfungsi Menggerakkan sebagian besar otot mata

3.      Saraf Troklearis (Nervus Iv)
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil..
Saraf ini berjenis Motorik yang berfungsi Menggerakkan beberapa otot mata.

4.      Saraf Abdusen (Nervus VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.
Saraf ini berjenis Motorik yang berfungsi sebagai Abduksi mata.



   B.     Sistem Cairan Mata/Sistem Lakrimal
Air mata melewati empat proses yaitu produksi dari aparatus atau sistem sekretori lakrimalis, distribusi oleh berkedip, evaporasi dari permukaan okular, dan drainase melalui aparatus atau sistem ekskretori lakrimalis. Abnormalitas  salah satu saja dari keempat proses ini dapat menyebabkan mata kering (Kanski et al, 2011).
1.      Aparatus Lakrimalis
Aparatus atau sistem lakrimalis terdiri dari aparatus sekretori dan aparatus ekskretori (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004; AAO, 2007), yaitu :
      a)      Aparatus Sekretorius Lakrimalis.
Aparatus sekretorius lakrimalis terdiri dari kelenjar lakrimal utama, kelenjar lakrimal assesoris (kelenjar Krausse dan Wolfring), glandula sebasea palpebra (kelenjar Meibom), dan sel-sel goblet dari konjungtiva (musin). Sistem sekresi terdiri dari sekresi basal dan  refleks sekresi. Sekresi basal adalah sekresi air mata tanpa ada stimulus dari luar sedangkan refleks sekresi terjadi hanya bila ada rangsangan eksternal (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004; AAO, 2007).
      b)      Aparatus Ekskretorius Lakrimalis.
Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya sehingga hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi (Sullivan, 2004). Dari punkta, ekskresi air mata akan masuk ke kanalikulus kemudian bermuara di sakus lakrimalis melalui ampula.
Pada 90% orang, kanalikulus superior dan inferior akan bergabung  menjadi kanalikulus komunis sebeum ditampung dalam sakus lakrimalis. Di kanalikulus, terdapat katup Rosenmuller yang berfungsi untuk mencegah aliran balik air mata. Setelah ditampung di sakus lakrimalis, air mata akan diekskresikan melalui duktus nasolakrimalis sepanjang 12-18 mm ke bagian akhir di meatus inferior. Disini juga  terdapat katup Hasner untuk mencegah aliran balik (Sullivan et al, 2004; AOA, 2007).
2.      Dinamika Sekresi Air Mata
Laju pengeluaran air mata dengan fluorofotometri sekitar 3,4 µL/menit pada orang normal dan 2,8 µL/menit pada penderita mata kering (Eter et al, 2002). Sedangkan menurut Nichols (2004), laju pengeluaran air mata adalah 3,8 µL/menit dengan interferometri. Antara dua interval berkedip, terjadi 1-2 % evaporasi, menyebabkan penipisan 0,1 µm PTF dan 20% pertambahan osmolaritas (On et al, 2006).
Distribusi volume air mata pada permukaan okular umumnya sekitar 6-7 µL yang terbagi menjadi tiga bagian, yakni (Sullivan, 2002) :
            a)   Mengisi sakus konjungtiva sebanyak 3-4 µL.
            b)    Melalui proses berkedip sebanyak 1 µL akan membentuk TF dengan tebal 6-10 µm dan luas 260
                 mm².
            c)   Sisanya sebanyak 2-3 µL akan membentuk tear meniscus seluas 29 mm² dengan jari-jari 0,24 mm
              (Yokoi et al, 2004). Menurut Wang et al (2006), TF digabungkan dari tear meniscus atas dan bawah
               saat berkedip.

Ketebalan TF bersifat iregular pada permukaan okular sehingga tidak ada ketebalan yang tepat untuk ukuran TF (Wang et al, 2006).
Menurut Smith et al (2000) ketebalan berkisar antara 7-10 µm sedangkan Pyrdal et al (1992) menyatakan TF seharusnya memiliki ketebalan 35-40 µm dan mayoritas terdiri dari gel musin. Menurut Palakuru et al (2007), TF berada dalam keadaan paling tebal saat segera setelah mengedip dan berada dalam keadaan paling tipis saat kelopak mata terbuka. Dalam penelitian mereka, angka perubahan ketebalan ini menunjukkan nilai yang sama dengan kelompok yang disuruh melambatkan kedipan matanya. Mereka menyimpulkan hal ini disebabkan oleh refleks berair yang segera.
3.      Mekanisme Distribusi Air Mata
Mengedip berperan dalam produksi, distribusi dan drainase air mata (Palakuru et al, 2007). Berbagai macam teori mengenai mekanisme distribusi air mata (AAO, 2007). Menurut teori Doane (1980), setiap berkedip, palpebra menutup mirip retsleting dan menyebarkan air mata mulai dari lateral. Air mata yang berlebih memenuhi sakus konjungtiva kemudian bergerak ke medial untuk memasuki sistem ekskresi (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004). Sewaktu  kelopak mata mulai membuka, aparatus ekskretori sudah terisi air mata dari  kedipan mata sebelumnya. Saat kelopak mata atas turun, punkta akan ikut menyempit dan oklusi punkta akan terjadi setelah kelopak mata atas telah turun setengah bagian . Kontraksi otot orbikularis okuli untuk menutup sempurna kelopak mata akan menimbulkan tekanan menekan dan mendorong seluruh air mata melewati kanalikuli, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis dan meatus inferior. Kanalikuli akan memendek dan menyempit serta sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis akan tampak seperti memeras. Kemudian setelah dua per tiga bagian kelopak mata akan berangsur-angsur terbuka, punkta yang teroklusi akan melebar. Fase pengisian akan berlangsung sampai kelopak mata terbuka seluruhnya dan siklus terulang kembali (Doane, 1980). TF dibentuk kembali dari kedipan mata setiap 3-6 detik. Saat kelopak mata terbuka, lapisan lemak ikut terangkat.

4.      Mekanisme Ekskresi Air Mata
Ada tiga mekanisme yang dapat menyebabkan penipisan PTF yaitu absorbsi ke kornea (inward flow), pergerakan paralel air mata sepanjang permukaan kornea (tangential flow) dan evaporasi (Nichols et al, 2005). Lain halnya dengan Tsubota et al (1992), Mathers et al (1996), dan Goto et al (2003). Mereka berpendapat bahwa evaporasi hanya berperan minimal menyebabkan penipisan penipisan TF. Akan tetapi, Rolando et al (1983) menunjukkan bahwa evaporasi berperan penting menyebabkan penipisan TF. Smith et al (2008) menyebutkan bahwa hal ini bervariasi sesuai keadaan dan melibatkan kombinasi berbagai mekanisme.
Laju evaporasi pada orang normal adalah 0,004 (Craig, 2000), 0,25 (Goto et al, 2003), 0,89 (Mathers, 1996), 0,94 (Shimazaki, 1995), 1,2 (Tomlinson, 1991), 1,61 (Hamano, 1980), 1,94 (Yamada, 1990). Perlu waktu 3-5 menit untuk ruptur PTF (Kimball, 2009).

5.      Kedipan Mata
Delapan puluh persen dari mata berkedip secara sempurna, delapan belas persen berkedip secara inkomplit dan dua persen twitch. Bila ditinjau berdasarkan rangsang berkedip, berkedip terdiri dari tiga kategori, yaitu (Acosta et al, 1999; Pepose et al, 1992; Delgado et al, 2003) :
           a)      Berkedip involunter yaitu berkedip secara spontan, tanpa stimulus dengan generator kedipan di otak
                 yang belum diketahui secara jelas.
           b)      Berkedip volunter yaitu secara sadar membuka dan menutup kelopak mata.
          c)      Refleks berkedip adalah berkedip yang dirangang bila ada stimulus eksternal melalui nervus trigeminus
                dan nervus fasialis.
Berkedip melibatkan dua otot yaitu muskulus levator palpebra superior dan muskulus orbikularis okuli (AAO, 2007). Aktivitas berkedip melibatkan nukleus kaudatus (Mazzone et al, 2010) dan girus presentralis media (Kato et al, 2003), dan inhibisi berkedip melibatkan korteks frontal (Stuss et al, 1999; Mazzone et al, 2010).



   C.    Peran Sel Kerucut dan Sel Batang dalam adapatasi gelap dan terang
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk dapat melihat, mata harus berfungsi sebagai alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan.

Retina adalah Bagian mata yang merupakan dinding paling dalam dari bola mata. Retina berfungsi untuk menerima cahaya (menangkap bayangan benda) karena memiliki sel yang peka terhadap cahaya, kemudian cahaya tersebut akan diteruskan sampai ke saraf mata. Retina memiliki 2 sel yang berperan sebagai reseptor cahaya, yaitu :
1.      Sel Batang (Basilus), yaitu sel yang peka terhadap cahaya lemah, berperan pada malam hari atau dalam keadaan gelap (keadaan sedikit cahaya).
2.      Sel Kerucut (Konus), yaitu sel yang peka terhadap cahaya kuat, berperan pada malam hari atau dalam keadaan terang.
Karena adanya dua sel ini, apabila terjadi perubahan intensitas cahaya secara mendadak, maka mata kita membutuhkan waktu sejenak untuk melakukan pergantian fungsi dari sel. Contohnya pada keadaan gelap gulita, mata disorot dengan cahaya senter. Namun bagian belakang Retina merupakan bagian yang tidak mempunyai sel Batang maupun kerucut, disebut Titik Buta, apabila bayangan benda jatuh pada bagian ini. Maka Kita tidak dapat melihat.


  
BAB III
PENUTUP

   A.    Kesimpulan
Neurologis penglihatan sentral adalah suatu komponen saraf yang berkaitan dengan alat pengindraan yaitu Saraf Optikus (Nervus II), Saraf Okulomotor (Nervus III), Saraf Troklearis (Nervus IV), Saraf Abdusen (Nervus VI).

Air mata melewati empat proses yaitu produksi dari aparatus atau sistem sekretori lakrimalis, distribusi oleh berkedip, evaporasi dari permukaan okular, dan drainase melalui aparatus atau sistem ekskretori lakrimalis. Abnormalitas  salah satu saja dari keempat proses ini dapat menyebabkan mata kering (Kanski et al, 2011).

Retina adalah Bagian mata yang merupakan dinding paling dalam dari bola mata. Retina berfungsi untuk menerima cahaya (menangkap bayangan benda) karena memiliki sel yang peka terhadap cahaya, kemudian cahaya tersebut akan diteruskan sampai ke saraf mata. Retina memiliki 2 sel yang berperan sebagai reseptor cahaya, yaitu :
3.      Sel Batang (Basilus), yaitu sel yang peka terhadap cahaya lemah, berperan pada malam hari atau dalam keadaan gelap (keadaan sedikit cahaya).
4.      Sel Kerucut (Konus), yaitu sel yang peka terhadap cahaya kuat, berperan pada malam hari atau dalam keadaan terang.
Karena adanya dua sel ini, apabila terjadi perubahan intensitas cahaya secara mendadak, maka mata kita membutuhkan waktu sejenak untuk melakukan pergantian fungsi dari sel. Contohnya pada keadaan gelap gulita, mata disorot dengan cahaya senter. Namun bagian belakang Retina merupakan bagian yang tidak mempunyai sel Batang maupun kerucut, disebut Titik Buta, apabila bayangan benda jatuh pada bagian ini. Maka Kita tidak dapat melihat.

   B.     Saran
Dari ketiga topik yang telah dibahas, kiranya penyusun sangat mengharapkan agar kita sebagai mahasiswa dapat memahami lebih jauh lagi tentang system persepsi sensori.



DAFTAR PUSTAKA


Curcio, C. A., K. R. Sloan, et al. (1990). "Human photoreceptor topography." The Journal of Comparative Neurology 292(4): 497-523.


Okawa, Haruhisa; Alapakkam P. Sampath. "Optimization of Single-Photon Response Transmission at the Rod-to-Rod Bipolar Synapse". Physiology (Int. Union Physiol. Sci./Am. Physiol. Soc.) 22 (4): 279–286. doi:10.1152/physiol.00007.2007.


Bowmaker J.K. and Dartnall H.J.A. (1980). "Visual pigments of rods and cones in a human retina". J. Physiol. 298: 501–511. PMC 1279132. PMID 7359434.


Satyanegara M.D. Ilmu Bedah Saraf, Ed. 3, PT. GramediaPustaka Utama, Jakarta, 2000.



Mahar Marjono, Neurologi Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar